Minggu, 03 Februari 2013

Teori Belajar Kecerdasaan Ganda


 
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yng dimkili menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Program pendidikan dan pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini oleh karenanya harus lebih diarahkan atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik.

Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahman pendidik tentang karakteristik individu.
Jerold E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu siswa yang perlu difahami antara lain :
  • Age and maturity level
  • Motivation and attitude toward subject
  • Expectation and vocational level
  • Special Talent
  • Mechanical Dexterity
  • Ability to work under various enviro condition.
Salah satu karakteristik  penting dari individu yang perlu difahami oleh guru sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang. Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka secara optimal.
Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardnerseorang professor psikologi dari Harvard University – akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dan lebih memahami tentang upaya yang perlu dilakukan oleh guru dan pendidik dalam membantu memfasilitasi pengembangan potensi individu peseta didik.
B. Siswa adalah Individu yang Unik
Pada dasarnya siswa adalah individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan kemempuan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki profil intelegensi yang sama. Setiap individu juga memilki bakat dan minat belajar yang berbeda-beda.
Pada era membanjirnya informasi dan pengetahuan seperti yang terjadi sekarang ini tidak semua individu harus mempelajari semua informasi. Setiap individu harus bersifat selektif dalam menentukan keterampilan dan pengetahuan yang akan dipelajari. Individu harus memilki pilihan untuk memilih apa yang ingin dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Setiap siswa memang memiliki potensi yang berbeda – beda dan memilki pilihan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, namun ada beberapa pengetahuan dan kerterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah yaitu kemampuan atau kompetensi dalam bidang :
  • Bahasa (linguistic)
  • Matematika (math)
  • Ilmu Pengetahuan Sosial (social sciences)
  • Ilmu Pegetahuan Alam (Natural Sciences)
Keempat bidang ini dapat dipandang sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh individu siswa setelah lulus dari sekolah.
C. Jenis-Jenis Kecerdasan
Howard Gardner (1983) mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki tujuh jenis kecerdasan dasar yaitu :
  • Kecerdasan bahasa
  • Kecerdasan matematis logis
  • Kecerdasan spasial
  • Kecerdasan kinestetis jasmani
  • Kecerdasan musikal
  • Kecerdasan interpersonal
  • Kecerdasan  intrapersonal


Teori Belajar Sibernetik


Menurut teori sibernetik belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini seolah-olah sama dengan teori kognitif yang mementingkan proses dari pada hasil belajar. Proses belajar memang pnting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Asumsi dari teori sibernetik adalah tidak ada suatu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belaja sangat ditentukan oleh sistem informasi.
2.      Teori pemrosesan informasi
Komponen pemrosesan informasi diplah menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah :
a.      Sensory Reseptor (SR)
Merupakan tempat pertama kalli informasi di terima dari luar. informasi hanya bertahan dalam waktu yang singkat dan informasi yann didapat mudah terganggu dan berganti.
b.      Working Memory (WM)
Mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh presepsi. Karakteristik dar (WM) adalah kapasistas yang terbatas yaitu kurang lebih memiliki 7 slot, kurang lebih bertahan mengingat selama 15 detik jika tanpa pengulangan. Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Agar informas dapat bertahan dalam WM sebaiknya informasi tidak melebihi kapasitas WM disamping melakukan pengulangan.
c.       Long Term Memory (LTM)
Dalam LTM berisi mengenai semua pengetahuan  yang telah dimiliki oleh individu, mempunyai kapasitas yang tidak terbatas, jika informasi sudah tersimpan di LTM maka inormasi ersebut tidak akan hilang. Persoalan terjadinya “lupa” dalam hal ini dikarenakan jika inforasi tersebut terjadi kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
3.      Teori Belajar Menurut Landa
Landa membedakan dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju satu target tujuan tertentu. Berpikir heuruistik, yaiu cara berfikir devergen, menuj ke beberapa target tujuan sekaligus.
4.      Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berpikir woholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis memilii kesamaan dengan algoritmik. Namun yang dinyatakan dengan berpikir meneluruh (Wholist tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya cara berfikir menyelurh adalah berfikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.


Teori Belajar Konstruktivistik

Belajar menurut  konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
2.1.1     Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a)    Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan  ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b)   Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
c)    Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d)   Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.