FKIP.BK
Senin, 04 Februari 2013
Minggu, 03 Februari 2013
Teori Belajar Kecerdasaan Ganda
Pendidikan
pada dasarnya merupakan suatu proses pengembangan potensi individu. Melalui
pendidikan, potensi yang dimiliki oleh individu akan diubah menjadi kompetensi.
Kompetensi mencerminkan kemampuan dan kecakapan individu dalam melakukan suatu
tugas atau pekerjaan. Tugas pendidik atau guru dalam hal ini adalah
memfasilitasi anak didik sebagai individu untuk dapat mengembangkan potensi yng
dimkili menjadi kompetensi sesuai dengan cita-citanya. Program pendidikan dan
pembelajaran seperti yang berlangsung saat ini oleh karenanya harus lebih
diarahkan atau lebih berorientasi kepada invidu peserta didik.
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahman pendidik tentang karakteristik individu.
Kenyataan menunjukkan bahwa program pendidikan yang berlangsung saat ini lebih banyak dilaksanakan dengan cara membuat generalisasi terhadap potensi dan kemampuan siswa. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahman pendidik tentang karakteristik individu.
Jerold
E. Kemp dan kawan-kawan mengemukakan (1996) beberapa karakteristik individu
siswa yang perlu difahami antara lain :
- Age and maturity level
- Motivation and attitude toward subject
- Expectation and vocational level
- Special Talent
- Mechanical Dexterity
- Ability to work under various enviro condition.
Salah
satu karakteristik penting dari individu yang perlu difahami oleh guru
sebagai pendidik adalah bakat dan kecerdasan individu. Guru yang tidak memahami
kecerdasan anak didik akan memiliki kesulitan dalam memfasilitasi proses
pengembangan potensi individu menjadi yang dicita-citakan. Generalisasi
terhadap kemampuan dan potensi individu memberikan dampak negatif yaitu siswa
tidak memiliki kesempatan untuk mengebangkan secara optimal pternsi yang aa
pada dirinya. Akibat penanganan salah seperti yang dilakukan oleh sistem
persekolahan saat ini kita telah kehilangan bakat-bakat cemerlang.
Individu-individu yang cerdas tidak dapat mengembangkan potensi diri mereka
secara optimal.
Teori
Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) yang dikemukakan oleh Howard
Gardner – seorang professor psikologi dari Harvard University
– akan dijadikan acuan untuk lebih memahami bakat dan kecerdasan individu.
Tulisan ini bertujuan untuk membahas dan lebih memahami tentang upaya yang
perlu dilakukan oleh guru dan pendidik dalam membantu memfasilitasi
pengembangan potensi individu peseta didik.
B.
Siswa adalah Individu yang Unik
Pada
dasarnya siswa adalah individu yang unik. Setiap siswa memiliki potensi dan
kemempuan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tidak semua individu memilki
profil intelegensi yang sama. Setiap individu juga memilki bakat dan minat
belajar yang berbeda-beda.
Pada
era membanjirnya informasi dan pengetahuan seperti yang terjadi sekarang ini
tidak semua individu harus mempelajari semua informasi. Setiap individu harus
bersifat selektif dalam menentukan keterampilan dan pengetahuan yang akan
dipelajari. Individu harus memilki pilihan untuk memilih apa yang ingin
dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Setiap
siswa memang memiliki potensi yang berbeda – beda dan memilki pilihan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya, namun ada beberapa pengetahuan dan
kerterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah yaitu kemampuan atau kompetensi dalam bidang :
- Bahasa (linguistic)
- Matematika (math)
- Ilmu Pengetahuan Sosial (social sciences)
- Ilmu Pegetahuan Alam (Natural Sciences)
Keempat
bidang ini dapat dipandang sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh
individu siswa setelah lulus dari sekolah.
C.
Jenis-Jenis Kecerdasan
Howard
Gardner (1983) mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki tujuh jenis
kecerdasan dasar yaitu :
- Kecerdasan bahasa
- Kecerdasan matematis logis
- Kecerdasan spasial
- Kecerdasan kinestetis jasmani
- Kecerdasan musikal
- Kecerdasan interpersonal
- Kecerdasan intrapersonal
Teori Belajar Sibernetik
Menurut teori sibernetik belajar adalah pengolahan
informasi. Teori ini seolah-olah sama dengan teori kognitif yang mementingkan
proses dari pada hasil belajar. Proses belajar memang pnting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses
yang akan dipelajari siswa.
Asumsi dari teori sibernetik adalah tidak ada suatu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belaja sangat ditentukan oleh sistem informasi.
2. Teori pemrosesan
informasi
Komponen pemrosesan informasi diplah menjadi tiga berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya “lupa”.
Ketiga komponen tersebut adalah :
a. Sensory Reseptor (SR)
Merupakan tempat pertama kalli informasi di terima dari
luar. informasi hanya bertahan dalam waktu yang singkat dan informasi yann
didapat mudah terganggu dan berganti.
b. Working Memory (WM)
Mampu menangkap informasi yang diberi perhatian
(attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh presepsi.
Karakteristik dar (WM) adalah kapasistas yang terbatas yaitu kurang lebih
memiliki 7 slot, kurang lebih bertahan mengingat selama 15 detik jika tanpa
pengulangan. Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus
aslinya. Agar informas dapat bertahan dalam WM sebaiknya informasi tidak
melebihi kapasitas WM disamping melakukan pengulangan.
c. Long Term Memory
(LTM)
Dalam LTM berisi mengenai semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, mempunyai kapasitas yang tidak terbatas, jika
informasi sudah tersimpan di LTM maka inormasi ersebut tidak akan hilang.
Persoalan terjadinya “lupa” dalam hal ini dikarenakan jika inforasi tersebut
terjadi kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan.
3. Teori Belajar Menurut
Landa
Landa membedakan dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir
algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik yaitu
proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus
menuju satu target tujuan tertentu. Berpikir heuruistik, yaiu cara berfikir devergen,
menuj ke beberapa target tujuan sekaligus.
4. Teori Belajar Menurut
Pask dan Scott
Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara
berfikir serialis dan cara berpikir woholist atau menyeluruh. Pendekatan
serialis memilii kesamaan dengan algoritmik. Namun yang dinyatakan dengan
berpikir meneluruh (Wholist tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya
cara berfikir menyelurh adalah berfikir yang cenderung melompat ke depan,
langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Teori Belajar Konstruktivistik
Belajar
menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan
mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang
sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan
dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan
dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori
ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan
kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih
tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata –
kata mereka sendiri.
Dari uraian
tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah
aktivitas yang aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya,
mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan
konsep dan idea-idea baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam
mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar
bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya,
mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh
konstruksi yang baru.
Berkaitan dengan konstruktivisme,
terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan
Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
2.1.1
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang
dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses
mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
a)
Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan
ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata.
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur
kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan
keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada
akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema
tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak,
maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema
dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
b) Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana
seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam
skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai
suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau
rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan
terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan
perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian
orang itu berkembang.
c)
Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau
pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang
akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang
cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.
d) Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak
seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat
seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Langganan:
Postingan (Atom)